Dalam sambutannya, Ketua Umum Koperasi Syariah 212 (KS 212) M. Safi’i Antonio menghaturkan terima kasih kepada komunitas KS 212 dari berbagai kota yang hadir pada acara Sosialisasi 212Mart dan Pengukuhan Komunitas Koperasi Syariah 212 di Auditorium Al Hamdra Andalusia, Sentul City, Bogor, Jawa Barat, Kamis (18/5).
“Terima kasih kami haturkan, ada yang naik kereta api, pesawat terbang dan mobil pribadi. Semoga setiap puturan roda sebagai derajat di sisi Allah SWT, dan setiap langkahnya penghapus dosa-dosa. Jika ada yang kurang dipenyambutan kami, tolong bukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya,” ungkap Syafi’i di hadapan sekitar 400-an Komunitas KS212.
Lebih lanjut dalam sambutannya, Syafi’i menegaskan, bahwa saat ini dalam kondisi makro ekonomi, Indonesia masih berjuang untuk bisa lebih baik lagi dari tahun-tahun lalu. Indonesia seperti yang kita ketahui mengalami kontraksi dari sisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yakni di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan departemen juga di lembaga banyak sekali dikurangi anggarannya.
“Tetapi, subhanallah ada satu sisi, yaitu aspek pembangunan nasional, ada sisi government spending itu memang berkurang,” ujar Syafi’i.
Namun demikian, lanjut dia, net ekspor juga masih belum terlalu menggeliat karena industrialisasi Indonesia cukup lama terhambat dengan adanya pendekatan better to impor dan manufaktur serta belanja rumah tangga.
“Nah, di tingkat belanja rumah tangga ini sesungguhnya Indonesia yang masih sangat-sangat besar sekali peluangnya bahkan tidak kurang dari 60 persen pembangunan ekonomi Indonesia disokong oleh belanja rumah tangga,” ujar Syafi’i.
Muslim Masih Jadi Konsumen
Namun sayangnya, kata pakar ekonomi syariah ini, potensi yang besar ini dari sekitar 257 juta penduduk Indonesia, sekitar 87-88 persennya adalah Muslim atau sekitar 205 juta. Indonesia memang merupakan pasar yang sangat menarik untuk consumer goods dan ritel. Dan seperti yang kita ketahui, Indonesia baru menjadi pasar untuk produk Korea Selatan dan China.
Bayangkan sekarang kalau kita bicara tentang industri halal, pemain-pemain besar seperti Channel sudah membuat busana Muslim, Zara masuk sangat serius di kerudung. Memang brand fesyen global mulai menggarap Pasar Muslim, sehingga kaum Muslimin Indonesia itu menjadi pasar di negerinya sendiri. Tetapi benefitnya, khususnya benefit keuangannya, diambil sebagian besar bukan oleh Muslim.
Demikian juga halnya dengan jaringan ritel dan minimarket. Kita melihat ada beberapa pemain besar yang sudah sangat menggurita, brand Lawson dan Amerika garap pasar di Indonesia.
“Nah, tinggallah kita bagaimana mengoptimalkan potensi kekuatan besar yang ada di kita. Kendalanya jelas banyak, dan perjuangan kita ini mungkin juga akan bertahap-tahap, ada lima-enam tahapan,” ujar Syafi’i.
Namun demikian, kata Syafi’i, yang harus kita perjuangkan pastinya di tingkat warung. Sekarang setiap kali ada mart dibuka, ada pemilik warung yang cemberut. ”Nah, ini mungkin pendekatan warung yang cemberut tidak boleh terjadi dengan KS212 dan harus menjadi program kita bagaimana memodernisasi dan membantu warung ini,” ungkapnya.
Memang, tegas Syafi’i. kita tidak mudah membantu warung, apalagi kalau mensyaratkan bagaimana berdagang secara Islami. Minimal yang simpel, ada contoh berdagang secara Islami. Pertama tidak boleh jualan rokok, kedua tidak boleh jualan kondom, dan ketika boleh menjual alkohol.
“Nah, simpel saja, kalau mungkin kondom dan alkohol bisa, tetapi ternyata rokok itu berat sekali. Karena katanya, rokok itu ada tendangannya sekitar 30 persen,” ujar Syafi’i.
Yang dimaksud tendangan, jelas dia, yakni ada imbasnya dari pembelian rokok itu. Contoh beli rokok beli permen juga, beli rokok beli yang lain-lain juga, entah itu minuman atau makanan kecil.
Dari warung itu, ada toko atau minimarket. Minimarket sendiri sekarang sudah banyak. Ada beberapa pesantren yang telah membuka minimarket Islami, tetapi yang dijual masih produk Unilever. Demikian pula madrasah juga menjual minuman produk “Danone”.
“Itulah kenyataan yang ada termasuk pertemuan kita juga minim masih produk yang lain itu,” ujar Syafi’i.
Sampai Pabrikan pun Bukan Milik Muslim
Di tingkat toko dan minimarket ini, kata Syafi’i, ternyata kalau dikelola sendiri tidak akan bisa sukses harus ada di atasnya yaitu distribution center (DC). Namur, ironisnya distribution center ini belum terlalu banyak milik pengusaha Muslim.
“Katakan, sekarang ada perusahaan milik Muslim yang cukup besar yaitu Transmart. Tapi Transmart belum kepada bisnis ritel. Jadi satu transmart sama dengan satu visi. Jadi satu Trasmart itu mungkin bisa sama dengan sekitar 600 ritel. Jadi 600-1000 toko atau minimarket itu sama dengan Carrefour satu, dari sisi omzet dan jumlah barang. Ini belum turun sampai ke ritel sistem,” pungkas Syafi’i.
Di atas DC, ada distributor, misalnya Indomarco yang mendistribusikan barang ke Indomaret. Di atas distributor adalah pabrikan, seperti Unilever dan Danone.
Jadi, perjuangannya panjang untuk Muslim dapat menguasai sektor ritel, khususnya di consumer goods. Namun, hal ini juster menjadi pemacu semangat Muslim untuk berjuang menguasai sektor bisnis untuk kebutuhan sehari-harinya sendiri. Dan itu, dimulai dengan berjamaah, membangun toko-toko modern Islami, yang dimiliki oleh Muslim, secara berjamaah.